MIMPI YANG SEMPURNA
Suara nyaring
ayam berkokok membangunkan seorang gadis dari tidur lelapnya, di sayup-sayup
matanya terlihat cahaya mentari menembus celah-celah anyaman bambu dari dinding kamarnya. “Hari ini aku harus bisa membuktikan pada
mereka dan dunia bahwa AKU BISA” gumam Mutiara dalam hati. Kemudian ia beranjak
dari tempat tidurnya dan bersiap-siap sekolah.
Mutiara : “ yah rara berangkat dulu, satu minggu lagi rara udah
mau ujian nasional. Terus nanti rara pengen nglanjutin kuliah ke perguruan
tinggi” (sembari cium tangan ayah dan ibunya)
Ibu : “ Ra, kamu tau kita itu orang susah untuk
hidup aja utang sana sini, apalagi kalo kamu kuliah, mau bayar pake apa ra? (
kata ibunya dengan ketus)
Ayah : “ Emang benar kata ibumu tapi Ra asal kamu sungguh-sungguh
pasti kamu pasti bisa, ingat mimpi itu akan terwujud jika terus kamu kejar ra.
Mutiara : “ Hah emang
mimpi itu bisa dikejar yah, berarti rara harus lari dong yah? “
Ayah : “ Rara kok malah bercanda, ayah serius “
Mutiara : “ Iya yah iya rara tau kok maksudnya. Yaudah rara
berangkat dulu. Daaaaa ( sambil berjalan keluar rumah dan melambaikan
tangannya)
***
Ujianpun
telah berakhir, Rara sangat bersemangat karena hari itu dia yakin mendapat
nilai yang terbaik untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya yaitu masuk ke
perguruan tinggi yang dia inginkan. Dia tak memikirkan keadaan perekonomian
keluargannya yang bisa terbilang pas-pasan, yang ada dibenaknya hanyalah
cita-cita dan perubahan untuk keluarganya.
Ibu guru : “rara” ( tegur guru
BK dengan ramah)
Mutiara : “iya buk, ada apa ya?” ( mengernyitkan kening)
Ibu guru : “selamat ya rara, kamu diterima di perguruan tinggi yang
selama ini kamu idam-idamkan, tanpa tes dan Tanpa ada biaya sepeserpun.”
Mutiara : “ah yang bener buk? Ibu nggak bercanda kan? Trimakasih
Tuhan, telah mengabulkan doaku” (sambil meloncat kegirangan)
Ibu guru : “Iya ra benar,
kamu memang anak yang cerdas, semoga kamu tetap bisa mempertahankan bahkan
meningkatkan prestasimu dan tidak boleh berhenti di tengah jalan”
Mutiara : “iya buk itu pasti, rara akan berjuang lebih keras lagi
agar bisa menjadi yang terbaik (senyum kecil)
***
Haripun terus
berlalu, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari mutiara lalui dengan
semangat yang membara dan dengan pikiran untuk mewujudkan mimpi-mimpinya untuk
merubah nasip keluarganya kelak. Namun tak seperti biasa, hari itu rara
merasakan nyeri dahsyat di kepalanya. Rani teman sekampus rara menjadi agak
binggung karena rara berulang-ulang memukuli kepalanya.
Rani : “hey ra, kamu kenapa ?”
Mutiara : “ga tahu ni ran, kepalaku sakit banget. Aduuhhh”
(sambil memegang kepalannya)
Rani : ”mungkin kamu sakit ra, lebih baik kamu pulang
saja ntar aku yang antar kamu ke rumahmu.”
Mutiara :
“iya ran, mungkin aku kecapekaan, akhir-akhir ini aku begadang dan kurang
tidur. Trimakasih rani udah mau nganter rara.”
Tak lama kemudian rara sampai di
rumah, sakit di kepalanya semakin menjadi jadi. Namun saat dia bertemu kedua
orang tuanya rara tak memasang muka bahwa dia sedang sakit, dia tersenyum
menandakan bahwa dia baik-baik saja.
Ayah : “loh kok rara jam segini udah pulang” (sambil
melihat jam tangannya)
Mutiara :”ngga apa-apa yah, tadi kepala rara sedikit pusing”
(melempar senyum manis pada ayahnya)
Ayah :”loh kamu sakit ra? Kok ga bilang-bilang sama ayah?
Yaudah Ayok kita ke dokter ”
Mutiara :”hhehe, ngga usah yah, rara baik-baik saja kok.”
Ayah :”mmmb ini anak ayah bandel banget sih, yaudah
sekarang rara istirahat dulu! Ayah mau pergi menyusul ibumu ke pasar, mau bantu
jualan.
Mutiara :”oke yah, ayah hati-hati di jalan” (sembari mencium
tangan ayahnya)
Ayah :”pasti nak, pasti.”
***
Karena sakit kepalanya tidak
kunjung membaik diam-diam rara pergi ke rumah sakit sendirian tanpa
sepengetahuan orang tuanya. Dia memakai uang yang ada dalam tabungan yang selama
ini dia kumpulkan. Dokter memberi tahu bahwa rara memiliki penyaki tumor otak. Saat
rara tahu bahwa dia mengidap tumor otak, dia merasa hancur dan tak tahu dia
harus kemana dan apakah daia masih bisa mewujudkan mimpi-mimpinya? Banyak
pertanyaan di benaknya yang sulit sekali dia jawab. Saat rara pulang senyum
manis itu berubah seketika.
Mutiara : “aku, aku hanya sendiri, apa aku bisa? Apa aku sanggup?
Tuhan kenapa Engkau memberikan cobaan seberat ini, aku masih ingin mewujudkan
mimpi-mimpi itu dan aku juga masih ingin melihat mereka tersenyum bangga padaku.”(rara
bergumam di dalam hatinya, tak disadari air matanya pun menetes)
Ayah : “Loh kenapa anak ayah menangis?” (mendekati rara
yang sedang ada di kamarnya)
Mutiara : “nggak yah, ni mata rara kelilipan kok nggak nangis.”
(sembari menghapus air matanya)
Ayah :”duh, kelilipan ya? Sini sini ayah tiup” (bergurau)
Mutiara :”haha ah ayah bisa saja, ne udah sembuh kok”
Ayah :”oke ra cepet sembuh ya, kalau besok kamu sudah
sembuh langsung masuk kuliah lagi ya kesempatan seperti itu tak akan datang dua
kali. Tetap semangat kejar mimpi-mimpimu, jangan seperti ayahmu ini tak bisa
memberikan yang terbaik untuk kalian.”
Mutiarar :” pasti ayah, kadang hidup ini memang memilukan yah. Menurutku
ayah sudah memeberikan yang terbaik, perhatian ya perhatian dari ayah sudah
sangat berarti bagiku yah, aku bisa karna ayah aku mampu karna ayah.”
Ayah : “Trimakasih ra, kamu memeng anak yang baik.”
Mutiara : “hhhe ah ayah bisa saja.”
***
Tanpa Mutiara
sadari dia termotivasi dengan apa yang ayahnya katakan, “Tetap semangat kejar
mimpi-mimpimu“ dan dia yakin di balik cobaan ini pasti tuhan telah memiliki
rencana jalan hidup yang lebih baik untuk dia dan keluarganya kelak. Mutiara
pun memiliki semangat yang luar biasa, sampai-sampai dia tidak lagi memikirkan
akibat dari penyakit yang dia derita Walaupun akibatnya kematian sekalipun.
Yang hanya dalam pikirannya adalah mewujudkan segala mimpi-mimpinya menjadi
kenyataan. Saat wisuda pun telah tiba, rara kembali membuktikan bahwa dia
adalah yang terbaik diantara yang baik.
Ayah :”selamat nak, sekali lagi kamu membuat ayahmu ini
bangga ayah bangga padamu ra” (memeluk rara)
Mutiara : “trimakasih yah, maaf yah rara hanya bisa memberikan
nilai, hanya nilai karna itulah yang bisa rara berikan untuk ayah dan ibu.”
(sembari menghapus air mata di pipinya)
Ayah : “sudah rara itu sudah cukup bagi ayah, tak ada yang
berarti lagi untuk ayah dan ibumu selain kamu ra, hanya kamu yang kami miliki,
hanya kamu yang berharga dimata kami. Rara teteplah jadi bintang yang paling
terang!”
Mutiara : “pasti ayah, walau mimpi rara sudah terwujud dengan
membanggakan ayah dan ibu namun mimpi itu belum sempurna.”
Ayah : ”kenapa belum sempurna? Menurut ayah kamu sudah
memberikan segalanya untuk ayah dan ibumu, memangnya, apa yang kurang ra?”
Mutiara : ”rara hanya ingin keluarga kita hidup bahagia yah,
seperti keluarga yang lain, mereka memiliki tempat tinggal yang nyaman, hidup
berkecukupan, tidak di hina dan di remehkan sama orang lain. Ya hanya itu yang
rara inginkan yah.” (memeluk ayahnya)
Ayah : “apa yang kamu katakan itu ada benar ra, tapi ayah
dan ibu tak akan meminta yang lebih darimu, cukup kamu bersama ayah dan ibumu
jangan pergi karna hanya rara yang berharga, jagalah bapak ibumu ini! Kita sudah
tidak punya keluarga yang dapat di percaya.”
Mutiara : “ya ayah rara pasti akan bersama ayah dan ibu.” (namun
dalam hatinya dia menangis karna penyakitnya mungkin bisa saja mengambilnya tuk
tidak bersama kelurganya kapan pun matanya pun kembali berkaca-kaca)
***
Panyakit yang
ada dalam diri rara bukanlah penyakit biasa, semakin lama penyakit ini memotong
hidup rara dan membatasi rara untuk bersama keluarganya. Tapi rara adalah gadis
yang tangguh dia bisa menyelesaikan kuliahnya dan bisa bekerja di perushaan
ternama, dia juga bisa membelikan rumah untuk kedua orang tuanya dia benar-benar
merubah hidup kedua orang tuanya. Mimpi-mimpinya telah menjadi Sempurna karna
dia mau berjuang dia mau berusah, banyak keringat yang berceceran dan yang
terpenting adalah tekat yang kuat untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi
sempurna.
0 komentar:
Posting Komentar